Jombang, Garda21 – Tersembunyi di tengah hamparan hijau Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sebuah wilayah bernama Mojowarno menyimpan segudang kisah yang tak hanya merangkum sejarah kejayaan Majapahit, tetapi juga menyajikan mozaik unik tentang masuknya Kekristenan, perjuangan di bawah kolonialisme, hingga semangat toleransi yang abadi. Mojowarno bukan sekadar titik di peta, melainkan narasi panjang tentang perpaduan budaya, keyakinan, dan kegigihan.
Mojowarno mengalami perubahan besar ketika kedatangan kolonialisme Belanda pada abad ke-19. Selain eksploitasi sumber daya, kebijakan “politik etis” membuka jalan bagi para misionaris Eropa, khususnya dari Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), untuk menyebarkan Injil di Jawa. Mojowarno, dengan masyarakatnya yang terbuka dan tanahnya yang subur, menjadi salah satu target utama. Kekristenan tak hanya ditanam oleh orang Eropa. Adalah Kyai Paulus Tosari, seorang pribumi Jawa yang telah memeluk Kristen di tempat lain, yang menjadi guru Injil pertama dan berperan krusial.
Dengan pemahaman mendalam tentang budaya lokal, Kyai Tosari berhasil mendekati masyarakat Mojowarno. Tak heran, banyak orang Jawa yang ikut Kristen berkat pendekatan yang menghargai nilai-nilai setempat. Ini bukan sekadar pergantian keyakinan, melainkan sebuah transformasi sosial dan spiritual yang perlahan membentuk komunitas Kristen yang solid.
Jejak sejarah yang sampai saat ini dapat kita lihat di Mojowarno seperti bangunan gereja yang masih berdiri sejak tahun 1881 dan Rumah Sakit Kristen Mojowarno yang didirikan pada 6 Juni 1894. Selain peninggalan sejarah dalam bentuk fisik juga terdapat bentuk non fisik yaitu hari raya Undhu-Undhu, Kebetan, Keleman dan lainnya.
Karena hal ini banyak menarik para wisatawan baik dari dalam atau luar negeri yang berkunjung ke Mojowarno.
Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada hari Minggu, 1 Juni 2025 rombongan pecinta sejarah dari komunitas “Jadi Mau Kemana” yang terdiri dari 30 orang lebih yang berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Padang, Malang, Semarang, Bali dan berbagai daerah lainnya. Menurut Daysi salah satu peserta kunjungan dari Malang mengatakan sangat tertarik berkunjung ke Mojowarno dengan melihat bangunan gereja, rumah sakit selain itu masyarakatnya yang multikultural. “Saya sangat berkesan melihat bangunan gereja yang masih asli bangunan Belanda yang struktur bangunannya sangat kuat” kata Daysi. Demikian juga dikatakan oleh Khubbi salah seorang pemandu wisata mengatakan “ Kami selalu ingin membawa para wisatawan ke Mojowarno untuk mengenalkan situs bangunan dan budaya peninggalan Belanda ketika para wisatawan berkunjung ke Jombang”.
Mojowarno selain peninggalan bangunan sejarah dan budaya juga merupakan gambaran dari sebuah kota multikultural yang menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama karena di kota ini terdapat berbagai pemeluk agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan kepercayaan yang lain yang hidup rukun.
Penulis : Lukius Juliandri